sumber gambar: deskwasbang.polkam.go.id


















Oleh: Ngarjito Ardi Setyanto

(harakatuna.com, 17 Januari 2018)

Seorang muslim wajib masuk Islam secara kaffah, yaitu masuk ke dalam segala syariat dan hukum Islam secara keseluruhan, bukan berislam sebagian dan mengambil selain syariat Islam untuk sebagian lainnya. Jika seorang muslim melaksanakan Islam sebagian seraya melaksanakan selain Islam pada sebagian lainnya, itu berarti dia bukan berarti belum melaksanakan Islam secara penuh.

Menganut Islam yang Kaffah harus dilihat dari berbagai sisi. Pemilahan ajaran agama menjadi inti dan kulit, atau menjadi ushul (pokok) dan furu’ (cabang) merupakan salah satu ekses dari sikap mengimani sebagian ajaran Islam dan mengufuri sebagian ajaran yang lain. Dalam fenomena sekarang kita hanya memperdebatkan fiqih, yang kemudian menjadi hitam-putih. Padahal reformasi atau pembaharuan fiqih sudah banyak dilakukan para ahlinya, tinggal kita memilihnya.

Pandangan yang hitam-putih dalam memandang Islam kemudian menimbulkan fenomena yang cukup memperhatikan dari segelintir orang yang menginginkan Islam kaffah. Islam yang kembali kepada al-Quran dan hadits, tatkala ini diartikan sebagai hitam-putih semata, maka orang akan bilang “kita harus kembali ke hukum Allah Swt”, “Khilafah adalah solusinya” dan masih banyak lainnya. Hingga akhirnya mereka akan mengatakan mereka akan mengatakan bahwa Pancasila adalah berhala.

Pemahaman Pancasila sebagai berhala merupakan pemahaman yang salah kaprah. Mereka berburuk sangka bahwa Pancasila akan menyamakan Sang Penguasa Alam. Seperti halnya yang disepakati para ulama, kyai dan penderi bangsa, bahwasanya Pancasila merupakan mengejawantahkan dari kita suci Islam itu sendiri. Coba kita tengok dalam isi Pancasila itu sendiri.

Sila pertama, “Ketuhanan yang Maha Esa”. Inilah yang menjadi jawaban bahwa Indonesia bukan negara sekuler, karena tidak ada pendikotomian antara kehidupan negara dengan agama. Al-Quran telah menjawab sila kesatu itu bahwa “wa ilahukum ilahu wahidun” : Dan Tuhanmu itu, Tuhan Yang Maha Esa. (QS Al-Baqoroh:163). Maka, kalau dipahami secara tekstual saja, orang awam seperti penulis pun tahu bahwa tidak ada pertentangan antara sila kesatu Pancasila dengan nilai-nilai Tauhidullah dalam Al-Quran.

Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sila ini tidak hanya mengenai manusia, namun tentang kemanusiaan. Bukan hanya soal menahan makan dan minum, tapi lebih tentang menahan diri. Bukan pula hanya perkara lapar dan dahaga, sebagaimana disebutkan dalam Hadits Riwayat Thabraniy, “Betapa banyak orang yang berpuasa tapi orang itu tidak mendapat sesuatu dari puasanya selain rasa lapar dan haus”, melainkan lebih tentang empati dan simpati.

Sila ketiga: Persatuan Indonesia. Sangat cepat menemukan bukti sederhana soal betapa Islam dan Pancasila segendang seperiangan. Hal ini sangat nampak dalam Q.S. Ali Imran: 103, Allah telah memerintahkan berpegang pada taliNya, tidak terpecah belah, mensyukuri nikmat dari Allah, belajar dari kerugian sikap bermusuh-musuhan, dan betapa Allah mempersatukan hati kita dalam nikmat persaudaraan. Terasa betul nikmatnya berpegang pada Allah dan bersaudara dengan sesama manusia dalam suasana Ramadhan. Meski bulan suci telah berlalu, kita tetap wajib saling menghormati dan menjaga persatuan Indonesia.

Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Inilah yang mendasari bahwa setiap urusan berbangsa dan bernegara harus mengutamakn musyawarah mufakat. Al-Quran dalam beberapa ayatnya selalu menekankan kepada umatnya agar setiap permasalahan diselesaikan dengan bijaksana dengan cara musyawarah mufakat. “Wa afrohum syuuroo bainahum.” Dan perkara mereka dimusyawarhkan antara mereka (QS Asy Syuraa: 38). Konsep syura inilah yang diadopsi dan diinternalisasi oleh pendiri bangsa kedalam sila keempat Pancasila.

Sila kelima berbunyi Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia bermakna bahwa Negara Indonesia sebagai suatu organisasi tertinggi memiliki kewajiban untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah adil. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya memerintahkan untuk selalu bersikap adil dalam segala hal, adil terhadap diri sendiri, orang lain dan alam. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat al-Nahl ayat 90.

Dari penjelasan tersebut, kita dapat memahami bahwa Pancasila merupakan salah satu inti dari ajaran Islam yang cukup universal. Bisa dikatakan bahwa Pancasila sudah menjadi kesepakanan bersama, bahwa negara ini merupakan negara yang memiliki asas yang berdasarkan Hukum Allah yang diterjemahkan Rasulullah Saw. dari Al-Quran kemudian ditangkap oleh manusia kemudian dikasih nama Pancasila.

Dengan kata lain, tatkala kita memahamai Pancasila dengan lapang dan keluasan dalam beragama, maka kita akan menemukan bahwa Pancasila merupakan representasi sikap Rasulullah zaman now.

Ngarjito Ardi Setyanto merupakan kepala suku Garawiksa Institute