Oleh: Saiful Bahri

Perbedaannya cah kampus seng pinter karo seng pekko’ iki opo lur?  Apa mereka yang pinter itu berarti mereka seng biasane memberontak karena diatur dosen. Dia yang tidak mau dibimbing. Emmoh karo nilai bagus. Serta ora sudhi untuk lulus cepat? Atau antum berpikir sebaliknya ? 

Cah cah kampus kae membingungkan tenan. Mboh! sedih banget deh. Mosok, dosene nyuruh belajar seng rajin, karo moco buku seng akeeeh, dikiro mengintervensi. Alasane ngene. “Soale di balik kemauan dosen pasti ada sumber  politik PENINDASAN”. Ushssss… Asiapppps bosku. Ketika dosene nyuruh lulus cepat, dipaksa agar dapet nilai seng wuuuapiikk tenan, ben dadhi calon menantu idaman, ora sudhi. Soale ini katanya berkaitan dengan “Fobia Kampus”…hiks. Kesel banget deh.

Opo meneh dosene dikritisi kalau dia adalah oknum “kapitalisme” yang memperalat mahasiswa/i. Preeeek!. Teori karo gerakan semacam koyongono kae, wes pokoe viral karo penuh subcreb neng kampus. Mereka dengan dasar-dasar idealisme seng ngono-ngono kae. Deklarsi neng jalan-jalan dengan spanduk “Stop Fobia”, “Stop memperalat”, “Intervensi” “Stop penindasan”. Wuuuakeeh tenan. Aku iki mikir secara nalar kritis pisan iki. Ben ra kalah karo cah cah kampus kae. Kumaha atuuh..!

Sekarang begini. Untuk menjadi pinter, idealnya dapat ditempuh dengan benar-benar belajar dengan kompeten. Ora males-malesan. Baik dalam membaca buku, menganalisis, mentelaah ulang apa yang diberikan dosen dengan penuh ketekunan. Dari seng ruwet-ruwet karo seng enteng-enteng, kudu dipelajari, dipahami, serta dipikirkan dengan pikiran yang matang.  

Sedangkan pengaplikasiannya juga harus didasari  kepekaan diri.. Inget yooo! Pekka bukan Pekko’. Artine, cah cah kae kudu pekka untuk menghasilkan kebijaksanaan dari kepintaran tersebut untuk memahami banyak problematika dalam setiap hal. Baik di kampus, maupun di luar. Dengan cara itulah idealisme yang original terbentuk. Inget, bukan yang premium, opo meneh kw. Hustss gk level batz.. Hal ini juga secara resmi, harus mendapatkan standard pengakuan secara akademik bahwa cah cah kae pernah sekolah plus belajar. Ya opo kui? Ya Ijazah toh. Soale iki kerangka teoritis untuk menghasilkan idelaismeeee….seng makrifat. Huwww ademe toh.  

Dasar hukum logisnya ngene rek, bahwa apa yang telah diperintahkan dosen kepada mahasiswa itu memang secara ekonomis, secara akademis, secara idealis, secara intelektualis, wes pokoe seng ono is is kae. Jika memang “BETUL” secara standard kajian dinamika kampus yang mengalami problematis itu sangat merugikan temen-temen di kampus. Sah-sah saja. Secara semangat pergerakan di kampus dan diimbangi darah-darah segar yang meronta-ronta kae kudu wajib melawan dan melakukan protes serta melakukan tindakan pembenahan. Karena ini demi kepentingan generasi bangsa selanjutnya agar tertolong. Ngono cah.

Akan tetapi, jika gerakan yang sifatnya memberontak terhadap keputusan, bimbingan, serta ketegasan yang dilakukan dosen di kampus itu justru demi kebaikan dirinya dan masa depannya. Terus ditolak iki pie? Jangan-jangan cah cah kae sebenarnya hanya pelarian dari mager, boring, bad mood, opo meneh.. wes ngono wae.  Atau hanya sekadar dijadikan alasan “apologis” opo meneh iki. Wes pokoe ngono lah. 

Artine nek cah-cah kampus kae, melakukan kritik dan pemberontakan terhadap apa yang telah menjadi ketetapan kampus, bimbingan para dosen, dan ketegasan dosen terhadap dirinya memiliki dasar hukum yang logis. Yaitu semata-mata demi kebaikan dirinya trus di demo iki pie? Sulit toh membedakan wong pinter karo wong pekko di era cah cah millennial kae.

Padahal, tindakan dosen baik suruh lulus cepat, nilai tinggi,  dan rajin belajar itu jika kita pandang secara kerangka teoretis, semata-mata lebih kepada pematangan secara keilmuan terhadap mahasiswa/inya. Bukan pematangan kepekko’an. Karena harapan Universitas dan para dosen, agar bisa menghasilkan generasi-generasi seng berkualitas agar mampu membawa perubahan dengan menghasilkan sarjana-sarjana muda yang memiliki ide-ide segar dan bisa membawa bangsa ini agar tambah apiiikkk. Wes ngeri toh?

Namun cah cah kae MENOLAKNYA. Iki bukan idealisme. Tapi males belajar untuk dadhi wong koyo ngono kae. Soale ngopi karo ngrokok pluss ngethelokno wedhok-wedhok seng ayu kae lebih asyik dari pada belajar di kampus seng ngebosanke plus nyebelke. Penaan gholek link link pemersatu bangsa kae mbhhhhh…hiks.

Mbok yo cah cah iki nek misale males belajar yow ojo ngono lah. Opo meneh nganggu kata“idealisme”. Mosok cah keren koyo ngono yow ngono. Kudu jujur dalam dirimu. Soale dosen iki niatane ingin murede menjadi generasi seng uwapiiiik tenan. Percoyo karo aku ae. Mereka membimbingmu agar rajin membaca buku semata-mata agar bisa membentuk pikiranmu agar lebih matang. Opo meneh nyuruh untuk cepat-cepat lulus. Bhen kui ki ra menjomblo teruuuuuuus,,,hikss sedih loh menjomblo

Dosen iki baik loh. Ketika kampus lulus cepat serta dapat nilai yang sangat memuaskan. Ben kamu iki cepet-cepet ono calon pasangane, iso gholek pekerjaan seng apik agar menjalani kehidupan iki penak. Karo wong tuwone seng transper duit-duit iki cah….ben ra rugi kui. Mosok kesuwen kuliyah ra lulus-lulus. Mesti wong tuwone jembhar lan turut bangga terhadap prestasimu kalau lulus cepat. Iki seng ngongo-ngono kae surga loh…surga. Inget. Masih inget? Surga ada di telapak kaki ibuk? Tapi awas, jangan sampai surga ada di telapak kaki bapakmu. Opo kui? Diinjak-injak karena kesuwen lulus.