Sumber gambar: ilustrasi KR dalam lakonhidup.com |
Oleh: Suroso
(Koran Kedaulatan Rakyat, 16 April 2017)
“Dia sudah tidak mau berdoa dengan Tuhannya, katanya malu, sering maksiat dan banyak dosa yang dia lakukan” kabar yang sudah tersebar luas di kampung Ciwungu ini, menjadi topik utama para warga terutama ibu-ibu. Akibatnya banyak orang yang mengucilkannya, tak sedikit dari mereka juga mencibir dengan kata-kata yang kurang enak untuk didengar.
Semenjak kabar itu tersebar luas, Masjid AL-HADI sekarang jarang dibuka, karena takut dengan lelaki yang sudah berambut perak itu. Pak Lurah pun ikut disibukkan mencari jalan keluar untuk menyelesaikan kabar yang menganggu warganya ini.
“ Sharman sekarang juga jarang ke masjid” tutur kang fikri.“
“Rumahnya saja dekat sama lelaki itu, paling ikut ketularan” jawab kang Jamal dengan nada agak keras.
Pagi ini suasana masih terlihat sepi, hampir semua rumah masih tertutup rapat-rapat, kecuali rumah Pak Rasyid yang sudah terbuka dan terlihat sedang asyik duduk di depan rumah sambil menikmati kopinya.
Angin pagi yang mendesis sedikit kencang membuat suasana lebih runyam, kabut hitam yang dari tadi menyelimuti putihnya langit pun ikut ambil bagian. Satu persatu pintu-pintu yang di bicarakan tadi terbuka. Dengan menampakkan wajah-wajah yang tak asing lagi, satu persatu penghuni rumah keluar dari balik pintu dengan wajah yang terlihat berkaca-kaca dan mengalungkan sarung selimutnya di leher.
Seketika suasana yang tadinya terlihat sepi sekarang menjadi rame. Ditambah lagi ibu-ibu yang sedang asyik bergunjing di dekat masjid untuk menunggu tukang sayur lewat. Tak lain halnya yang dibicarakan pastinya lelaki yang katanya yang tak mau berdoa itu.
“Dengar-dengar Pak Rosid sudah tidak mau berdoa ya?” tutur Bu Inah mengawali pembicaraan.
“Iya, kata suamiku juga begitu, lebih parahnya sekarang jarang ke masjid lagi.” Ibu Lisa ikut ambil suara dan membenarkan omongan Bu Inah.
“Kok bisa seperti itu memangnya kenapa?” tanya salah satu ibu yang belum tau tentang kabar lelaki yang tidak mau berdoa itu.
“Sayur, sayur, sayur” suara tukang sayur membubarkan perbincangan tentang lelaki yang sudah menduda itu. Salah satu pertanyaan yang tadinya belum terjawab , akhirnya menjadi tanda tanya oleh ibu-ibu yang belum mendengar kabar tentang lelaki itu.
Ibu-ibu yang tadinya disibukkan dengan memilih-milih sayuran kini sedikit mengerutkan dahi. Laki-laki yang dibicarakan tadi, tak terduga sudah ikut memilih sayuran di sebelahnya. Entah suara apa yang memanggil lelaki itu hingga cepat ia sampai di dekat orang yang membicarakannya.
“Ini berapa Pak?” tutur Bu Inah pada tukang sayur”
“Semua sembilan ribu Bu” jawab tukang sayur dengan logat penjualnya
Satu persatu ibu-ibu meniru apa yang dilakukan Bu Inah , hingga suasana yang tadinya rame dengan suara dan cetus ibu-ibu, kini sudah terlihat sepi. Tukang sayur mulai heran dengan apa yang dilakukan ibu-ibu tadi, tak seperti biasanya mereka membeli dan memilih secepat itu.” Biasanya mereka bergunjing atau asyik mengacak-acak daganganku dulu baru pulang” batinnya.
Melihat kepergian ibu-ibu tersebut, lelaki itu senyum-senyum sendiri, sampai tukang sayur yang ada di dekatnya ikut nyengir tak atau apa yang dibicarakan, dan lucunya lelaki itu tidak membeli sayur. Bahkan, tidak ada sepatah katapun yang dikatakan ketika meninggalkan gerobak dan tukang sayurnya.
***
Hari mulai gelap oleh awan hitam yang dari tadi menyelimuti cerahnya keputihan langit. Sang surya hari ini tidak memperlihatkan wajah cerahnya. Warga yang biasanya disibukkan dengan profesinya di ladang seakan hari ini menjadi tanggal merah untuk berlibur bersama.
Seketika mendung yang dari tadi menghukum warga untuk berdiam di rumah, tumpah dengan derasnya. Tarian bintik-bintik air yang terjatuh sedikit terlihat dengan berhembusnya arah angin. Atap-atap rumah sudah terlihat basah dengan derasnya hujan, tidak mau ketinggalan, kilat juga ikut serta untuk meramaikannya.
Terlihat dua anak seberang desa sedang bermain dengan mobil-mobilan yang terbuat dari kayu randu dan terkesan tradisional itu mulai meninggalkan pelataran depan rumah Pak Rasyid. Dengan wajah yang getir dan dua mata yang terlihat menuai kesedihan, Sharman berlari di bawah payung hitam dan celana yang menjinjing ke atas agar tidak basah dari cipratan air yang sedikit mengenang di setapak jalan yang di lewati nya.
“Kenapa kamu lari-lari Nak?” tanya Pak Amir dengan agak penasaran
“Mau ketemu sama Pak Lurah, Pak Rasyid meninggal”
***
Setengah jam berlalu, angklop kematian sudah disebarkan lewat pengeras suara yang ada di masjid, keheningan mulai terasa dengan orang-orang yang baru dibicarakan tadi pagi.
Satu persatu mereka keluar dari balik pintu dengan memakai baju hitam, baju khas kematiannya dan membawa bekal beras dan kantong kematian. Mereka menuju rumah Sharman yang akan mengurus jenazah lelaki itu.
Tidak terlihat ada wajah yang menyedihkan ataupun merasa sedih dengan kepergian lelaki yang katanya tak mau doa ini. Terlihat wajah mereka dengan santai dan terkesan biasa saja, ibu-ibu yang disibukkan membaca Yaasiin untuk jenazah juga ada yang masih bergunjing dengan kematian yang tak ada sebabnya itu.
Hingga jenazah sudah siap untuk di bawa ke liang lahat. Entah apa yang membuat heran desa ini, seketika terasa banyak sekali yang mengikuti perjalanan jenazah ke liang lahat, lantunan syair Tuhan juga terasa nyaman dilontarkan dari bibir mereka, bau wangi khas kematian terasa menyengat di balik hidung, tidak ketinggalan juga, payung kematian juga mengiringi langkah mereka yang memikul jenazah.
Setengah jam sesi pemakaman selesai, warga mulai pulang dengan sendirinya, tanpa meninggalkan suara yang membicarakan tentang orang tidak pernah mau berdoa itu.
Langit yang tadinya membentang dengan derasnya hujan, kini sudah terlihat cerah. Sang surya yang tadinya tak menampakkan sinarnya kini sudah menghangatkan tubuh.
Pagi yang fajar mulai menuai kehidupan yang baru. Masjid AL-HADI sudah diramaikan oleh para jamaahnya. Menjelang siang tak ada suara yang membicarakan tentang orang tidak mau berdoa lagi karena lelaki itu telah pergi dengan Tuhannya.
Suroso adalah hasil jerih payah seorang laki-laki dan wanita yang di suatu malam yang sah secara Islam. Yang sekarang lagi numpang mencari ilmu di Garawiksa Instituate
0 Komentar